VII. BUKTI LAIN (Kajian Sains Qur’an)
Subhanallah, Maha Suci Allah yang menciptakan segala sesuatu dengan tidak sia-sia, sebagaimana Allah swt menempatkan Q.S. Yusuf pada urutan ke – 12, ini semua adalah bentuk kesengajaan Allah swt agar kita dapat menggunakan akal dan fikiran kita dengan baik.
a.1. Angka – 12
Sebagaimana kita ketahui bahwa jenis bilangan rokaat dalam shalat adalah 2, 3 dan 4 rokaat, angka 12 telah menghimpun ke-tiga bilangan rokaat shalat itu yaitu merupakan KPK (Faktor Persekutuan terkecil), artinya bilangan terkecil yang habis dibagi dengan 2, 3 dan 4.
– 12 : 2 (shubuh) = 6
– 12 : 4 (dhuhur) = 3
– 12 : 4 (ashar) = 3
– 12 : 3 (maghrib) = 4
– 12 : 4 (isya) = 3
(Penjelasan fenomena angka – 19, terdapat dalam buku yang disusun oleh Penulis dengan judul “Keajaiban Angka 19 dalam Al Qur’an)
Dan ternyata angka – 19, merupakan jumlah huruf dalam “Basmallah“,
Angka – 19 adalah nilai gematria dari kata Arab “satu” yaitu kata “waahid“, jadi ini merupakan pesan dasar yang disampaikan bahwa Allah swt itu satu/waahid.
Pada zaman Nabi Muhammad saw, belum dikenal bilangan, 0,1,2,3,…..9. Pada saat itu menggunakan huruf-huruf alphabet untuk menuliskan bilangan. Nilai masing-masing huruf tersebut dinamakan nilai gematria, hal ini sudah umum digunakan. Berikut nilai gematria dari kata “waahid“.
Dalam Q.S. Jin (surat ke 72 ayat 28) Allah swt berfirman :
“Tuhan menciptakan segala sesuatu dengan ukuran yang teliti”
(Q.S. 72 : 28)
Dari kode surat dan ayat inipun kita bisa menemukan jawaban mengapa muncul angka – 19, yaitu dengan menjumlahkan bilangan surat dan ayatnya;
7 + 2 + 2 + 8 = 19
Subhanallah!
Apabila kita pecah, kalimat “Bismillaahirrahmaanirrahiim“, maka akan terdapat 3 (tiga) kata yang membentuk makna, yaitu :
Lihat pembagian KPK 12 dengan bilangan-bilangan rokaat shalat di atas!
Dari pengelompokan di atas, kita bisa mengetahui secara matematis, mengapa Rasulullah melakukan shalat jama (mengumpulkan dua waktu shalat dalam satu waktu) yaitu ; shalat dhuhur dengan shalat ashar dan shalat magrib dengan shalat isya. Sedangkan shalat shubuh tidak bisa dijama’ dengan shalat apapun.
Mungkin ini jawaban matematis atas pertanyaan, mengapa yang bisa di jama’ itu shalat dhuhur dengan ashar serta maghrib dengan isya saja? Mengapa shalat shubuh tidak bisa dijama’ dengan shalat manapun? Atau mengapa shalat ashar dengan maghrib tidak bisa dijama’?
Jawabannya adalah, gabungan/jama’ antara shalat-shalat tersebut akan membentuk kalimat/kata yang sempurna yang memiliki makna.
Bayangkan seandainya yang dijama’ adalah shubuh dan dhuhur. Perhatikan kombinasi huruf-huruf berikut, (shubuh diwakili kata “ar rohiim“/6 huruf dan dhuhur diwakili kata “hmaani“/3 huruf)
Kita tidak akan pernah menjumpai kalimat seperti itu ” hmaanirrohiim” dan jelas kalimat ini tidak mempunyai makna yang jelas. Begitupun jika kita jama’ antara shalat ashar “alif-lam-ro“/3 huruf dan maghrib “Allaah“/4 huruf, membentuk kalimat “allaahi(l)rr“, kalimat ini tidak akan pernah kita jumpai apalagi maknanya.
a.2 Angka – 111
Seperti kita ketahui dari uraian di atas bahwa Q.S. Yusuf banyak mengungkap tentang rahasia shalat. Angka 111 merupakan jumlah ayat dari Q.S. Yusuf.
Ternyata angka – 111 inipun memberikan informasi kepada kita tentang jumlah gerakan shalat dalam shalat wajib.
– Rokaat awal : Berdiri, ruku’, i’tidal, sujud, duduk diantara dua sujud dan
sujud yang kedua (jumlah 6 gerakan)
-
Rokaat kedua/akhir : Berdiri, ruku’, I’tidal, sujud, duduk diantara dua
sujud, sujud yang kedua, duduk iftirasy/tawaruk (jumlah
-
gerakan)
Mari kita hitung bersama!
-
Shubuh
-
rokaat I : 6 gerakan
-
rokaat II : 7 gerakan
-
Dhuhur
-
rokaat I : 6 gerakan
-
rokaat II : 7 gerakan
-
rokaat III : 6 gerakan
-
rokaat IV : 7 gerakan
-
Ashar
-
Maghrib
-
Isya
-
rokaat I : 6 gerakan
-
rokaat II : 7 gerakan
-
rokaat III : 6 gerakan
-
rokaat IV : 7 gerakan
Subhanallah, seandainya ini benar adanya.
Di dalam Al Qur’an, surat yang jumlah ayatnya 111 ada 2 (dua) yaitu :
-
Q.S. Yusuf (surat ke – 12)
-
Q.S. Al Isra (surat ke – 17)
Q.S. Al Isra yang Allah swt tempatkan pada urutan ke – 17 menurut tertib surat dalam Al Qur’an, juga memberikan informasi yang sangat luar biasa.
Sebagaimana kita ketahui bahwa pertama kali Rasulullah diperintah untuk melaksanakan shalat tatkala beliau melakukan perjalanan Isra dan Mi’raj. Dan kisah perjalanannya itu dikisahkan di dalam Q.S. Al Isra.
Angka – 17 sendiri yang merupakan urutan tempat Al Isra berada, seolah mengisyaratkan kepada kita bahwa perintah shalat yang wajib dilakukan adalah 17 rokaat sehari semalam.
Dari sini kita bisa melihat korelasi yang sangat jelas bahwa sehari-semalam kita melaksanakan shalat wajib sebanyak 17
rokaat dengan total jumlah gerakannya sebanyak 111 gerakan (lihat penjelasan di atas), begitupun dengan penempatan surat Al Isra (surat dimana dikisahkan peristiwa Isra dan Mi’raj) ditempatkan pada nomor 17 dengan 111 ayat.
17 rokaat : 111 gerakan = No. 17 : 111 ayat
Kalau Q.S. Yusuf (surat ke – 12) merupakan tonggak awal informasi tentang shalat, maka Q.S. Al Isra (surat ke – 17) merupakan penegasan yang lebih rinci tentang shalat, khususnya shalat fardhu/wajib.
Pengertian Gerhana :
Gerhana merupakan kejadian astronomi yang terjadi apabila satu objek astronomi bergerak ke dalam bayang objek astronomi yang lain. Terdapat dua jenis gerhana:
Gerhana matahari terjadi ketika posisi Bulan terletak di antara Bumi dan Matahari sehingga menutup sebagian atau seluruh cahaya Matahari. Itu terjadi bila bulan berada di antara matahari dan bumi pada satu garis lurus yang sama, sehingga sinar matahari tidak dapat mencapai bumi karena terhalangi oleh bulan. Walaupun Bulan lebih kecil, bayangan Bulan mampu
melindungi cahaya matahari sepenuhnya karena Bulan yang berjarak rata-rata jarak 384.400 kilometer dari Bumi lebih dekat dibandingkan Matahari yang mempunyai jarak rata-rata 149.680.000 kilometer.
Gerhana Bulan terjadi saat sebagian atau keseluruhan penampang bulan tertutup oleh bayangan bumi. Itu terjadi bila bumi berada di antara matahari dan bulan pada satu garis lurus yang sama, sehingga sinar matahari tidak dapat mencapai bulan karena terhalangi oleh bumi.
Bagaimana sebaiknya seorang muslim menyikapinya ketika terjadi gerhana?
Hadis riwayat Aisyah ra., ia berkata:
Pada masa Rasulullah saw. pernah terjadi gerhana matahari. Saat itu Rasulullah saw. melakukan salat gerhana, beliau berdiri sangat lama dan rukuk juga sangat lama, lalu mengangkat kepala dan berdiri lama, tapi tidak seperti lamanya berdiri pertama. Kemudian beliau rukuk lama, tapi tidak seperti lamanya rukuk pertama. Selanjutnya beliau sujud. Kemudian berdiri lama, namun tidak seperti lamanya berdiri pertama, rukuk cukup lama, namun tidak selama rukuk pertama, mengangkat kepala, lalu berdiri lama, tapi tidak seperti lamanya berdiri pertama, rukuk cukup lama, tapi tidak seperti lamanya rukuk pertama, lalu sujud dan selesai. Ketika salat usai matahari sudah nampak sempurna kembali. Beliau berkhutbah di hadapan kaum muslimin, memuji Allah dan menyanjung-Nya, dan bersabda: Sesungguhnya matahari dan rembulan itu termasuk tanda-tanda kebesaran Allah. Keduanya terjadi gerhana bukan karena kematian atau kelahiran seseorang. Oleh sebab itu, jika kalian melihat keduanya gerhana, maka bertakbirlah, berdoalah kepada Allah, kerjakanlah salat dan bersedekahlah! Hai umat Muhammad, tidak seorang pun lebih cemburu daripada Allah, bila hambanya, lelaki maupun perempuan, berbuat zina. Hai umat Muhammad, demi Allah, seandainya kalian tahu apa yang kuketahui, tentu kalian banyak menangis dan sedikit tertawa. Ingatlah! Bukankah aku telah menyampaikan
Shahih Muslim : 1499
Allah berfirman (yang artinya), “Dialah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya dan ditetapkannya manzilah-manzilah (tempat-tempat) bagi perjalanan bulan itu, supaya kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan (waktu). Allah tidak menciptakan yang demikian itu melainkan dengan hak. Dia menjelaskan tanda-tanda kebesaran-Nya kepada orang-orang yang mengetahui” (Yunus:5)
Dan Dia juga berfirman (yang artinya), “Dan sebagian dari tanda-tanda kebesaran-Nya ilalah malam, siang, matahari dan bulan. Janganlah bersujud kepada matahari dan janganlah (pula) bersujud kepada bulan, tetapi bersujudlah kepada Allah yang menciptakannya, jika kamu hanya kepada-Nya saja menyembah” (Fushilat:37)
Shalat gerhana adalah sunnah muakadah menurut kesepakatan para ulama, dan dalilnya adalah As Sunnah yang tsabit dari Rasulullah Sholallahu ‘Alaihi Wasallam.
Al Bukhari dan Muslim telah meriwayatkan dari hadits Abu Mas’ud Al Anshari berkata (yang artinya),“Terjadi gerhana matahari pada hari meninggalnya Ibrahim Bin Muhammad Sholallahu ‘Alaihi Wasallam maka manusia mengatakan, “Terjadi gerhana matahari karena kematian Ibrahim”. Maka Rasulullah Sholallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda, “”Sesungguhnya matahari dan bulan adalah dua tanda dari tanda-tanda kekuasaan Allah, keduanya tidak terkena gerhana karena kematian atau kehidupan seseorang, jika kalian melihat yang demikian itu, maka bersegeralah untuk ingat kepada Allah dang mengerjakan Sholat” “.[1] (AL Bukhari ( Nomer 1041, 1057, 3204) dan Muslim (Nomer 911).)
Mengapa pelaksanaan shalat gerhana berbeda dengan shalat yang lainnya?
Shalat yang wajib kita lakukan dalam sehari semalam adalah sebanyak 5 (lima) waktu, yaitu :
-
Shalat Shubuh : 2 (dua) rokaat
-
Shalat Dhuhur : 4 (empat) rokaat
-
Shalat Ashar : 4 (empat) rokaat
-
Shalat Maghrib : 3 (tiga) rokaat
-
Shalat Isya : 4 (empat) rokaat
Untuk shalat-shalat sunnah, baik yang rawatib, mutlak ataupun shalat-shalat sunnah yang lain, dipastikan mengikuti gerakan/tata cara sahalat wajib. Namun beberapa diantaranya cara melakukannya berbeda, seperti shalat sunnah gerhana (baik gerhana bulan maupun matahari).
Seperti kita ketahui bahwa shalat gerhana (baik matahari maupun bulan) terdapat penambahan satu kali ruku dalam setiap rokaatnya, sehingga kalau dua rokaat semuanya ada dua kali ruku’.
Hadits yang mendasari dilakukannya shalat gerhana ialah:
“Telah terjadi gerhana matahari pada hari wafatnya Ibrahim putera Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam. Berkatalah manusia: Telah terjadi gerhana matahari kerana wafatnya Ibrahim. Maka bersabdalah Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam “Bahwasanya matahari dan bulan adalah dua tanda dari tanda-tanda kebesaran Allah. Allah mempertakutkan hamba-hambaNya dengan keduanya. Matahari gerhana, bukanlah kerana matinya seseorang atau lahirnya. Maka apabila kamu melihat yang demikian, maka hendaklah kamu shalat dan berdoa sehingga habis gerhana.”
(HR. Bukhari & Muslim)
Apa sebenarnya rahasia dari semua itu? Mengapa Rasulullah mencontohkan shalat gerhana seperti itu? Jika hanya dua rokaat, mengapa tidak dilakukan seperti shalat shubuh saja?
Dari penjelasan di atas, kita dapat membuktikan bahwa penambahan dua kali ruku’ dalam shalat gerhana, ternyata mengungkap pesan yang luar biasa bagi ilmu pengetahuan.
Kita sudah mengetahui bahwa gerakan ruku’ membentuk sudut 90°, sehingga jika kita melakukan dua kali ruku’ berarti; 2 X 90° = 180°. Sebagaimana kita ketahui 180° merupakan garis lurus.
Ternyata gerakan dua kali ruku’ ini merupakan isyarat dan pesan yang luar biasa bagi kita, seolah-olah Rasulullah memberikan pesan bagi kita tentang peristiwa gerhana itu sendiri.
Mungkin karena kondisi masyarakat saat itu (Mekkah dan Madinah), terutama pemahaman tentang ilmu pengetahuan termasuk astronomi, maka pesan ini Rasulullah sampaikan dalam bentuk yang riil melalui gerakan shalat, hingga suatu saat umat Islam bisa mengungkapkan rahasia dibalik gerakan tersebut.
Dan saat ini kita sudah melihat rahasia itu bahwa sebenarnya Rasulullah ingin menyampaikan bahwa “gerhana (matahari/bulan) terjadi apabila posisi matahari, bumi dan bulan terletak dalam satu garis lurus”
Ketika tata surya kita sedang gerhana, maka kita pun melakukan ibadah dengan posisi yang mengekspresikan gerhana tersebut (melakukan penambahan dua kali ruku’ dalam dua rokaat), sambil memuji kebesaran Allah swt. Subhaanallah!
Pengertian shalat jenazah :
Shalat Jenazah adalah jenis shalat yang dilakukan untuk jenazah
muslim. Setiap muslim yang meninggal baik laki-laki maupun perempuan wajib dishalati oleh muslim yang masih hidup dengan status hukum fardhu kifayah
Shalat jenazah tidak dilakukan dengan ruku’, sujud maupun iqamah, melainkan dalam posisi berdiri sejak takbiratul ihram hingga salam. Berikut adalah urutannya:
- Berniat, niat shalat ini, sebagaimana juga shalat-shalat yang lain cukup diucapkan didalam hati dan tidak perlu dilafalkan, tidak terdapat riwayat yang menyatakan keharusan untuk melafalkan niat.
- Takbiratul Ihram pertama kemudian membaca surat Al Fatihah
- Takbiratul Ihram kedua kemudian membaca shalawat atas Rasulullah SAW minimal :“Allahumma Shalli ‘alaa Muhammadin” artinya : “Yaa Allah berilah salawat atas nabi Muhammad”
- Takbiratul Ihram ketiga kemudian membaca do’a untuk jenazah minimal:“Allahhummaghfir lahu warhamhu wa’aafihi wa’fu anhu” yang artinya : “Yaa Allah ampunilah dia, berilah rahmat, kesejahteraan dan ma’afkanlah dia”.Apabila jenazah yang dishalati itu perempuan, maka bacaan Lahuu diganti dengan Lahaa. Jika mayatnya banyak maka bacaan Lahuu diganti dengan Lahum.
- Takbir keempat kemudian membaca do’a minimal:“Allahumma laa tahrimnaa ajrahu walaa taftinna ba’dahu waghfirlanaa walahu.”yang artinya : “Yaa Allah, janganlah kiranya pahalanya tidak sampai kepadanya atau janganlah Engkau meluputkan kami akan pahalanya, dan janganlah Engkau memberi kami fitnah sepeninggalnya, serta ampunilah kami dan dia.”
- Mengucapkan salam
Dari keterangan di atas dapat kita simpulkan bahwa pelaksanaan shalat jenazah dilakukan tanpa adanya ruku’ dan sujud. Mengapa?
Jika dijawab dengan “keimanan” tentunya kita yakin dan percaya, bahwa kita melakukan shalat jenazah seperti itu karena mencontoh Rasulullah saw. Jadi tidak usah dipertanyakan lagi.
Namun seandainya yang bertanya itu seorang anak kecil atau dia bukan seorang muslim. Seperti pengalaman penulis, mereka tidak puas hanya sebatas jawaban tersebut. Meskipun mereka meyakini bahwa Rasulullah adalah utusan Allah swt dan segala perbuatannya selalu atas petunjuk dari Allah swt sehingga Rasulullah menjadi contoh tauladan bagi para pengikutnya.
Seandainya kita kembali kepada pembahasan di awal, tentang makna dari Q.S. Yusuf ayat 4. Berputarnya mereka (tata surya) merupakan suatu keharusan sebagai bentuk kepatuhan mereka kepada Sang Maha Khaliq dan juga sebagai pembuktian bahwa mereka adalah hidup.
Sehingga bagi setiap mahluk ciptaan Allah swt yang masih hidup, hukumnya wajib bagi mereka untuk “sujud/berputar/thawaf“.
Dengan demikian bagi mahluk ciptaan Allah swt yang sudah mati/tidak bernyawa tidak ada keharusan baginya untuk “sujud/berputar/thawaf”.
Dari penjelasan sebelumnya, bahwa kita melakukan shalat dalam 1 rakaat = 1 putaran = 360°,
Maka tentunya bagi orang yang sudah meninggal dunia, tidak tidak melakukan putaran itu walau 1° pun.
Dengan demikian, pelaksanaan shalat jenazah tanpa gerakan ruku’ dan sujud dapat kita fahami secara matematis juga, bahwa untuk menandakan bahwa orang yang sudah meninggal tidak mungkin melakukan putaran (shalat – pen).
Kita sekarang semoga lebih memahami bahwa setiap mahluk hidup, wajib baginya untuk melakukan shalat dan merupakan sebuah keharusan, mungkin caranya saja yang berbeda. Manusia, hewan dan tumbuh-tumbuhan mempunyai tata cara shalat yang berbeda sesuai dengan petunjuk dari Allah swt.
Komentar Terbaru